Sumber Gambar : Google.com |
Pemilu 2014 tinggal menunggu hitungan hari. Nasib bangsa ini lima tahun kedepan akan ditentukan pada pemilihnya nanti tanggal 9 April 2014. Ribuan baliho dan poster telah dipasang. Ribuan visi, misi, program dan janji telah didengungkan. Ratusan kampanye juga telah dipanggungkan. Pertanyaannya, apakah pesta demokrasi lima tahunan kali ini bisa kita andalkan??
Negara ini semestinya sudah tak asing dengan pemilu (pemilihan umum). Diusia 68 tahun, terbilang 10 kali pemilu telah terselenggara di republik ini. Dengan pengalaman yang ada sudah seharusnya kualitas pemilu juga semakin membaik dari tahun ke tahun. Namun, menurut saya, mutu pemilu di negara ini masih jauh dari kata memuaskan, masih banyak hal yang perlu dipelajari dan diperbaiki oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia untuk membentuk pemilu yang benar – benar bermutu dan berkualitas.
Bukan tanpa alasan saya menyatakan kalau pemilu di negara ini belum memuaskan. Indikator paling konkrit untuk bisa kita jadikan ukuran atas ketidakpuasan masyarakat atas pemilu adalah tingkat golput (golongan putih) yang terus meningkat dari pemilu 1999 hingga pemilu 2009. Saat Pemilu 1999 angka golput 10,21%, Pemilu 2004 naik menjadi 23,34%, dan di Pemilu 2009 angkanya naik lagi menjadi 29,01%. Hal ini jelas menjadi ancaman serius bagi kelangsungan demokrasi di negara ini. Bagaimana mungkin, negara dengan landasan konstitusi demokrasi mengalami angka golput yang mencapai angka 29%?? Memang tak bisa langsung kita klaim mereka yang golput saat itu benar – benar apatis dengan pemilu. Namun, dari sudut pandang apapun kita lihat, golput adalah sebuah kecelakaan demokrasi yang berujung pada turunnya tingkat kualitas pemilu. Itu adalah fakta yang mau tak mau harus kita terima.
Komentar saya untuk pemilu kali ini adalah (masih) memilukan dan memprihatinkan. Kenapa saya katakan demikian, karena dari pengamatan saya sejauh ini menunjukkan bahwa pemilu kali ini masih setali tiga uang dengan pemilu – pemilu sebelumnya. Inilah beberapa hal yang membuat pemilu menjadi memilukan versi asepsandro :
Panorama Baliho Yang Tak Sedap Mata
Ini adalah tradisi pemilu yang harusnya perlahan bisa ditinggalkan, karena sekarang kan sudah zaman IT, internet dan serba online. Memang beberapa partai telah mencoba berkampanye lewat media ini, namun sepertinya belum semua partai memanfaatkannya. Panorama baliho partai dan caleg yang menyesakkan mata ini tentu tak sesuai dengan konten keindahan kota. Selain itu, sisa yang ditinggalkan banner dan stiker yang tertempel di pohon - pohon dan di tiang – tiang listrik bisa berbekas dan sulit untuk membersihkannya. Berkampanye lewat baliho, banner dan stiker ini memang sangat praktis dan mudah, namun harus juga diperhatikan efek dan akibat dari pemasangan media ini. Jangan sampai malah merusak lingkungan dan fasilitas umum lainnya.
Macet dan Bisingnya Jalan Raya
Sabtu kemarin saya pergi ke rumah teman yang jarak tak terlalu jauh dari tempat saya. Tapi karena waktu itu sedang ada kampanye dari salah satu partai politik, waktu dan jarak yang harus saya tempuh menjadi berlipat - lipat. Kampanye sejatinya adalah memberikan informasi dan perkenalan misi, visi dan program parpol. Namun, yang terjadi dilapangan adalah ajang hura – hura dan konvoi kendaraan bermotor.
Konser Dangdut Dalam Kampanye
Satu lagi yang menurut saya mengerikan dan menggelitik di republik ini. Saya tidak mengerti mengapa selalu setiap pemilu dan kampanye digelar, selalu ada yang namanya konser dangdut. Sebenarnya tidak ada larangan untuk ini dari KPU, namun saya agak khawatir saja kalau ternyata konser tersebut dibawakan oleh biduan – biduan dangdut dengan pakaian dan joget yang seronok. Ini sangat berbahaya bagi karakter dan moral anak - anak yang secara tak langsung ikut datang dalam kampanye. Anak – anak bisa merekam dan mengingatnya dalam memori kalau pemilu adalah konser dangdut dengan joget seronok. Jelas hal ini seharusnya menjadi bahan koreksi KPU untuk pemilu – pemilu yang akan datang jika tak mau generasi penerus bangsa terjerumus dan terjerat dalam keterpurukan moral.
Itulah beberapa hal yang menurut saya membuat pemilu ini memilukan. Sebenarnya masih banyak hal yang membuat pemilu ini begitu memprihatinkan. Namun sejauh pengamatan saya, tiga hal diatas lah yang masih bisa diungkap. Dari sini, marilah kita semua terus belajar dari sejarah dan pengalaman yang ada. Memang tak bisa sekejap mata untuk membuat pemilu menjadi baik dan bermutu. Namun dengan niat dan kesungguhan, saya yakin bangsa ini bisa dan mampu menyelenggarakan pemilu yang berkualitas. Pemilu adalah ajang demokrasi sejak di masa lalu. Nasib bangsa lima tahun kedepan sangat bergantung pada hasil pemilu yang nantinya diketok palu. Jangan sampai pemilu hanya menjadi ajang hura –hura yang terlalu. Hingga akhirnya pemilu itu menjadi pilu dan hanya meninggalkan jejak sembilu.
Kemanggisan, 6 April 2014
0 komentar:
Post a Comment