Di Balik Profesi Empat Huruf

Written By Asepsandro on Sunday 16 February 2014 | 21:45

Sederhana belum tentu gampang, dibalik kerumitan juga belum tentu ada kesulitan. Semua harus dicari dengan serius dan mendalam. Saat ini Cak Sandro sedang dalam kegelisahan. Dia tersadar lagi dalam salah satu episode pencarian dirinya. Kali ini ia mengalami kebingungan yang sangat karena intuisinya kembali bermain. Banyak cerita yang ia alami ketika ia berada di dunia empat huruf ini.

“Itu wajar, namanya juga masih adaptasi”. Gerutu Cak Berto
“Tapi mau sampai kapan proses adaptasi itu?” Balas Cak Pedro
“Tapi memang namanya juga pencarian, pasti ada lika – likunya.” Celoteh Cak Diego yang tiba – tiba datang.

Menjadi GURU memang tidak gampang. Banyak unsur yang ada dibalik empat huruf itu. Bagi Cak Sandro, faktor emosi adalah yang paling dominan berperan. Seorang GURU adalah seorang yang harus pantang menyerah dalam kesehariannya. Melawan apapun dan siapapun terutama dirinya sendiri. Ia tidak diperkenankan membawa masalah pribadinya di rumah kepada anak didik di kelas. Emosinya harus terjaga, harus stabil, meskipun GURU juga seorang manusia.

Dalam situasi apapun, GURU adalah panutan bagi ratusan anak didiknya. Jika sedikit saja ia (GURU) terlihat cela di depan muridnya, maka jangan salahkan murid anda akan memandang anda sebelah mata. Ini memang hukum patennya. GURU adalah sosok yang jadi standar seorang manusia. Dalam idiom Jawa, GURU memiliki akronim digugu lan ditiru, yaitu orang yang dapat dipercaya dan perilakunya yang selalu ditiru atau dicontoh. Ini jelas sangat berat bagi Cak Sandro yang memiliki sikap dan perilaku yang amburadul. Baginya GURU adalah profesi puncak yang pernah dilakoni. Tak ada profesi yang se-sakral dan se-strategis ini menurutnya. GURU adalah sebuah profesi yang tidak sesederhana komposisi kata-katanya. Sungguh, ini profesi yang agung, katanya. Tak sembarang orang bisa mencapai puncak keagungannya.

Cak Sandro memang memiliki visi dan misi ketika ia memutuskan untuk mengambil profesi ini. Namun, dalam perjalanannya ternyata tak segampang yang dibayangkan. Teori mendidik ternyata tak semudah persangkaannya. Ada banyak faktor yang tak tak pernah ia perkirakan sebelumnya. Ia sudah mencoba dengan berbagai cara. Walau sebenarnya ia sendiri tak tahu apakah ia sudah berhasil atau gagal, namun setidaknya ia sudah mencoba. Sejurus, sebuah perasaan berkecamuk dalam hati dan pikirannya. Ia seperti tak sanggup lagi untuk melangkah. Ditambah bisikan bidang lain yang datang menggodanya, alam sadarnya semakin tak karuan.

Ini bukan masalah kalah atau menyerah. Ini tentang keadaan dan upaya menyentuh diri untuk menemukan diri. Untuk mencapainya, Cak Sandro harus selalu melakukan refleksi dan koreksi diri. Ia tak boleh cepat puas dan merasa aman. Kini, ia menjalani masa percobaan ketiga untuk profesi yang dijalaninya. Meski nantinya Tuhan mentakdirkan Cak Sandro menjalankan profesi keempatnya, ia berjanji tak akan pernah meninggalkan cerita lama. Secarik kertas lantas ia buka dengan perlahan. Ia tuliskan satu cerita tentang profesi empat huruf ini. Profesi yang telah menghampiri untuk menemukan identitasnya. Profesi sakral yang merupakan puncak dari segala profesi. Itulah profesi empat huruf.

Rawabelong, 16 Februari 2014

@asepsandro_del

Ditulis Oleh : Asepsandro ~asepsandro

Muh.Akram Anda sedang membaca artikel berjudul Di Balik Profesi Empat Huruf yang ditulis oleh asepsandro yang berisi tentang : Dan Maaf, Anda tidak diperbolehkan mengcopy paste artikel ini.

Blog, Updated at: 21:45

0 komentar:

Post a Comment